Senin, 20 Februari 2023

Diksi dan Seni Bahasa

 Pertemuan ke-18


Tema.    : Diksi dan Seni Bahasa

Narasumber. : Maydearly

Moderator.  : Widya Arem

Hari/tanggal. : Jumat, 17 Februari 2023


Pertemuan kali ini tentang diksi dan seni bahasa. Diksi tidak hanya digunakan pada puisi tetapi juga pada karya sastra lainnya seperti drama. Pertemuan dibuka dengan sebait puisi yang kaya akan diksi.

"Sadarlah aku lelah mencintaimu dengan terengah-engah, mencibir oksigen dengan menjadikanmu satu-satunya udara yang boleh mengisi setiap rongga."


Ibu Maydearly selaku narasumber merupakan seorang penulis, kurator, blogger, editor dan motivator. Beliau telah menerbitkan 10 buku antologi, 2 buku kurator, buku duo literasi digital untuk abad 21 bersama prof. Eko Indrajit dan 3 buku solo. 


Diksi berasal dari bahasa latin yaitu dictionem kemudian diserap kedalam bahasa Inggris menjadi diction yang artinya pilihan kata (menuliskan secara ekspresif) sehingga sebuah tulisan memiliki roh dan karaktet yang kuat. Aristoteles seorang filsuf dan ilmuwan Yunani memperkenalkan diksi sebagai sarana menulis indah dan berbobot. Gagasannya itu disebut diksi puitis yang ditulis dalam poetics. William Shakespare merupakan sastrawan yang menyajikan diksi dalam bentuk drama. Diksi Shakespare relevan untuk menulis karya yang bersifat realita maupun metafora. Diksi penting dalam kajian sebuah bahasa karena diksi adalah keindahan sebuah bahasa.


Bagaimana mengembangkan sebuah diksi?

Ada 5 jurus jitu dalam mengembangkan sebuah diksi, antara lain:

a. SENSE OF TOUCH. Yaitu menulis dengan melibatkab indera peraba. Digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak terlihat seperti angin.

Contoh :

Pada pori-pori angin yang dingin, aku pernah mengeja rindu yang datang tanpa permisi.


b. SENSE OF SMELL. Yaitu menulis dengan melibatkan indera penciuman sehingga menyebabkan tulisan lebih beraromaa. Teknik ini dipadukan dengan indera penglihatan.

Contoh : 

Di kepalaku wajahmu masih menjadi prasasti dan aroma badanmu selalu kugantungkan di langit harapan.

c. SENSE OF TASTE. Yaitu menulis dengan melibatkan indera perasa. Penggunaan indera perasa menggambarkan rasa suatu makanan atau yang tercecap di lidah.

Contoh : 

Kukecup rasa pekat secangkir kopi di tangan kananku sembari kugenggam HP di tangan kiriku. Telah terkubur dengan bijaksana dirimu beserta centang biru, diriku bersama centang satu. 

d.  SENSE OF SIGHT adalah menulis dengan melibatkan indra penglihatan memiliki Prinsip “show, don’t tell". Dalam menulis, sebaiknya menunjukkan membuat  pembaca seolah-olah bisa “melihat” apa yang tengah kita ceritakan. Buat mereka seolah bisa menonton dan membayangkannya.  Prinsip utama dan manjur dalam hal ini adalah DETAIL. Tulislah apa warnanya, bagaimana bentuknya, ukurannya, umurnya, kondisinya.


Contoh

Derit daun pintu mencekik udara ditengah keheningan, membuatku tersadar jika kamu hanya sebagai lamunan.

e. SENSE OF HEARING adalah menulis dengan melibatkan energi yang kita dengar. Begitu banyak suara di sekitar kita. Belajarlah untuk menangkapnya. Bagaimana? Dengarlah, lalu tuliskan. Mungkin, inilah sebab mengapa banyak penulis sukses yang kadang menanti hening untuk menulis. Bisa jadi mereka ingin menyimak suara-suara. Sebuah tulisan yang ditulis dengan indra pendengaran akan terasa lebih berbunyi, lebih bersuara. Selain itu, penulis juga bisa berkreasi dengan membuat hal-hal yang biasanya tak terdengar menjadi terdengar. 


Contoh

Derum kejahatan yang mendekat terasa begitu kencang. Udara hening, tetapi terasa berat oleh jerit keputusasaan yang dikumandangkan bebatuan, sebuah keputusan yang menghakimiku untuk tak lagi merinduimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar